Ajaran Tauhid Muhammad, sebuah kebenaran atau salah kaprah?
Bingungkah Anda dengan judul artikel ini?
Ada apa dengan ajaran tauhid Muhammad?
Salah kaprah? Apanya yang salah kaprah?
Pertama-tama, apakah pengertian dari Tauhid itu?
Tauhid adalah ajaran tentang awloh yang diyakini tunggal, harus tunggal, tidak boleh lebih. Bila awloh dianggap lebih dari satu, maka itu berarti telah mengingkari tauhid.
Tauhid semacam dogma, bahwa awloh itu harus tunggal. Siapa saja yang mengingkari tauhid ini, yaitu tidak mengakui ketunggalan awloh, harus dihukum mati. Itulah ajaran Muhammad.
Dogma tauhid ini tidak ada dalam ajaran nabi-nabi, kecuali berasal dari Muhammad saja. Lho? Benarkah? Bukankah Muslim selalu mengklaim kalaupara nabi utusan awloh itu selalu membawa ajaran tauhid dalam setiap misi kenabiannya?
Bahkan di dalam surat Az-Zukruf ayat 28 dikatakan: "Dan (lbrahim a. s.) menjadikan kalimat tauhid itu kalimat yang kekal pada keturunannya supaya mereka kembali kepada kalimat tauhid itu"
Anda jangan salah. Surat Az-Zukruf itu khan versinya Muhammad, bukan dari buku sejarah otentik yang sudah diakui kesahihannya secara historis manusiawi, yaitu Bibel. Nanti akan kita bahas ini, bahwa ajaran tauhid asalnya dari Muhammad.
Kedua, dapatkah ajaran tauhid dijadikan landasan kebenaran?
Saya dengan tegas katakan: Tidak bisa.
Kenapa? Sebab pengarang dogma tauhid ini bukanlah seorang yang benar-benar kompeten dalam masalah ketuhanan. Dia bahkan buta sama sekali terhadap masalah moral dan kerohanian. Bagaimana bisa, seorang yang buta rohani memberi pengajaran tentang tuhan kepada kita? Ini tidak masuk di akal. Bila kita mengikuti ajaran orang ini, sama saja kita mempercayakan pengetahuan kita pada orang gila. Tentu saja kita punya harga diri, dan tidak akan sebodoh itu mau menurut begitu saja, dan mau percaya begitu saja pada ajaran seorang yang rendah moral dan buta rohani.
Anggaplah si Muhammad itu bilang: Tuhan itu tunggal! Tapi saya akan katakan: Tidak. Tuhan itu tiga. Atau mungkin orang dari aliran kepercayaan lain mengatakan: Tidak, tuhan itu ada tujuh. Dan yang lainnya berseru: Tuhan itu ada seratus. Saya katakan: Tidak usah takut. Ngapain kita takut pada Muhammad? Kita mau bilang Tuhan itu tiga kek, empat kek, tujuh kek, sepuluh kek, atau tak terhitung kek, Muhammad tidak berhak protes. Kenapa? Karena Muhammad sendiri tidak mengerti Tuhan. Bagaimana bisa seorang yang tidak mengerti Tuhan mengajari kita tentang jumlah Tuhan? Lha wong tabiat-tabiatnya aja keliru semua kok, malah cenderung kepada tabiatnya setan. Lihat aja tuh, sumpahnya awloh pun keliru.
Kalau Muhammad berseru: Berani benar kamu menentang tauhid.
Saya akan katakan: Masabodoh dengan ajaranmu, saya tidak percaya padamu karena kamu orang yang bodoh dan buta rohani.
Wacana ketunggalan Tuhan itu menjadi demikian absolut dan tidak boleh diingkari, karena Muhammad mengancam kita. Barangsiapa berani mengingkari itu, berarti dia kafir dan akan menjadi musuh Islam.
Itulah kenapa, banyak sekali orang Kristen yang takut mengatakan Tuhan itu tiga. Mereka akan terbawa oleh dogma Muhammad yang memaksakan ide bahwa Tuhan itu harus tunggal (bukan SATU). Sehingga dalam setiap perdebatan persoalan Trinitas, selalu mentok, dan orang Kristen menjadi bulan-bulanan Muslim. Mohammad Ali Makrus sendiri tidak berani mengungkap ini, sehingga dia memberi saran pada kita: Allah Trinitas ya Allah Trinitas, tidak bisa dijelaskan atau digambarkan dengan apa pun.
Tetapi di sini, saya akan ungkap bahwa kata ESA yg dimaksud dalam kitab-kitab Yahudi dan Kristen berbeda dengan kata ESA menurut Muhammad. Ini akan saya jelaskan.
Ketiga, apa perbedaan kata ESA menurut kitab Yahudi dan Nasrani?
Kata Esa kita temukan di beberapa tempat dalam kitab Perjanjian Lama, di antaranya:
Ulangan 6:4 Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!
Maleakhi 2:15 Bukankah Allah yang Esa menjadikan mereka daging dan roh? Dan apakah yang dikehendaki kesatuan itu? Keturunan ilahi! Jadi jagalah dirimu! Dan janganlah orang tidak setia terhadap isteri dari masa mudanya.
Kata esa dalam ayat itu berasal dari kata bahasa Ibrani: ‘echad (axd), yang artinya SATU.
SATU tidak sama dengan tunggal. SATU di sini maksudnya bukan satu dalam entitas, melainkan SATU dalam sifat, SATU dalam pikiran, SATU dalam kehendak, SATU dalam jiwa, pokoknya SATU yang lebih dalam lagi maknanya bukan sekedar satu secara kuantitas.
Satu contoh, kata 'echad tersebut dipakai untuk menyatakan bersatunya laki-laki dan perempuan menjadi suami-istri dalam sebuah keluarga.
Kejadian 2:24 Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.
Kata satu dalam ayat di atas juga berasal dari kata yang sama, yaitu 'echad. Padahal kita tahu, yang dikatakan satu di situ bukan satu dalam entitas (karena ada 2 entitas, yaitu laki-laki & perempuan) melainkan satu secara esensi yg lebih luas dan lebih dalam lagi maknanya. Dua entitas laki-laki dan perempuan, bergabung menjalin sebuah keluarga, disebut ESA.
Nah, samakah kata ESA di sini dengan tunggal?
Tunggal itu ibaratnya sebatang lidi, sementara ESA itu ibaratnya beberapa batang lidi yang diikat menjadi SATU. Jadi, ESA itu lebih condong pada KESATUAN, berbeda artinya dengan tunggal.
Kita temukan penggunaan kata "tunggal" dalam ayat-ayat kitab Perjanjian Lama:
Kejadian 22:2 Firman-Nya: "Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu."
Hakim-hakim 11:34 Ketika Yefta pulang ke Mizpa ke rumahnya, tampaklah anaknya perempuan keluar menyongsong dia dengan memukul rebana serta menari-nari. Dialah anaknya yang tunggal; selain dari dia tidak ada anaknya laki-laki atau perempuan.
Amos 8:10 Aku akan mengubah perayaan-perayaanmu menjadi perkabungan, dan segala nyanyianmu menjadi ratapan. Aku akan mengenakan kain kabung pada setiap pinggang dan menjadikan gundul setiap kepala. Aku akan membuatnya sebagai perkabungan karena kematian anak tunggal, sehingga akhirnya menjadi seperti hari yang pahit pedih."
Kata tunggal di ayat-ayat itu diterjemahkan dari kata bahasa Ibrani: yachiyd (yxyd), yang artinya satu-satunya, sebiji, satu secara entitas.
Nah, jelas sekali perbedaannya, bukan? Kata ESA artinya SATU secara maknawi (esensial), dan bukan satu secara entitas. Berbeda dengan kata tunggal, yang bermakna satu secara entitas. Tunggal, ibaratnya sebatang lidi atau sebuah batu. Sedangkan ESA, ibarat sebuah rumah tangga yang di dalamnya terdiri atas ayah, ibu dan anak-anak. Sebuah rumah tangga tidak dapat dikatakan esa lagi, bila di dalamnya terdapat keretakan, misalnya terjadi perselisihan antara ayah dengan ibu, atau ibu dengan anaknya. Rumah tangga yg demikian tidak dapat lagi disebut ESA. Nah, dalam konteks Ketuhanan, kerap Tuhan dipuji sebagai MAHA ESA. Hal ini dikarenakan Tuhan itu BENAR-BENAR SOLID, tidak bisa dipecah-pecah atau dicerai-beraikan, ibarat sebuah rumah tangga manusia yang bisa dicerai-beraikan. Karena sifat keesaan Tuhan yang demikianlah sehingga Tuhan dipuji sebagai Maha Esa. Sementara keluarga yang harmonis dan seia-sekata cukup dikatakan ESA saja, tanpa kata Maha.
Setelah kita memahami kata ESA dalam buku umat Yahudi dan Nasrani di atas, apakah itu berarti Tuhan itu Jamak? TEPAT SEKALI.
Sudah saatnya kita berseru-seru ke telinga para Muslim bahwa Tuhan itu jamak. Tuhan itu jamak! . . . Baca Selengkapnya di web ini
Bingungkah Anda dengan judul artikel ini?
Ada apa dengan ajaran tauhid Muhammad?
Salah kaprah? Apanya yang salah kaprah?
Pertama-tama, apakah pengertian dari Tauhid itu?
Tauhid adalah ajaran tentang awloh yang diyakini tunggal, harus tunggal, tidak boleh lebih. Bila awloh dianggap lebih dari satu, maka itu berarti telah mengingkari tauhid.
Tauhid semacam dogma, bahwa awloh itu harus tunggal. Siapa saja yang mengingkari tauhid ini, yaitu tidak mengakui ketunggalan awloh, harus dihukum mati. Itulah ajaran Muhammad.
Dogma tauhid ini tidak ada dalam ajaran nabi-nabi, kecuali berasal dari Muhammad saja. Lho? Benarkah? Bukankah Muslim selalu mengklaim kalau
Bahkan di dalam surat Az-Zukruf ayat 28 dikatakan: "Dan (lbrahim a. s.) menjadikan kalimat tauhid itu kalimat yang kekal pada keturunannya supaya mereka kembali kepada kalimat tauhid itu"
Anda jangan salah. Surat Az-Zukruf itu khan versinya Muhammad, bukan dari buku sejarah otentik yang sudah diakui kesahihannya secara historis manusiawi, yaitu Bibel. Nanti akan kita bahas ini, bahwa ajaran tauhid asalnya dari Muhammad.
Kedua, dapatkah ajaran tauhid dijadikan landasan kebenaran?
Saya dengan tegas katakan: Tidak bisa.
Kenapa? Sebab pengarang dogma tauhid ini bukanlah seorang yang benar-benar kompeten dalam masalah ketuhanan. Dia bahkan buta sama sekali terhadap masalah moral dan kerohanian. Bagaimana bisa, seorang yang buta rohani memberi pengajaran tentang tuhan kepada kita? Ini tidak masuk di akal. Bila kita mengikuti ajaran orang ini, sama saja kita mempercayakan pengetahuan kita pada orang gila. Tentu saja kita punya harga diri, dan tidak akan sebodoh itu mau menurut begitu saja, dan mau percaya begitu saja pada ajaran seorang yang rendah moral dan buta rohani.
Anggaplah si Muhammad itu bilang: Tuhan itu tunggal! Tapi saya akan katakan: Tidak. Tuhan itu tiga. Atau mungkin orang dari aliran kepercayaan lain mengatakan: Tidak, tuhan itu ada tujuh. Dan yang lainnya berseru: Tuhan itu ada seratus. Saya katakan: Tidak usah takut. Ngapain kita takut pada Muhammad? Kita mau bilang Tuhan itu tiga kek, empat kek, tujuh kek, sepuluh kek, atau tak terhitung kek, Muhammad tidak berhak protes. Kenapa? Karena Muhammad sendiri tidak mengerti Tuhan. Bagaimana bisa seorang yang tidak mengerti Tuhan mengajari kita tentang jumlah Tuhan? Lha wong tabiat-tabiatnya aja keliru semua kok, malah cenderung kepada tabiatnya setan. Lihat aja tuh, sumpahnya awloh pun keliru.
Kalau Muhammad berseru: Berani benar kamu menentang tauhid.
Saya akan katakan: Masa
Wacana ketunggalan Tuhan itu menjadi demikian absolut dan tidak boleh diingkari, karena Muhammad mengancam kita. Barangsiapa berani mengingkari itu, berarti dia kafir dan akan menjadi musuh Islam.
Itulah kenapa, banyak sekali orang Kristen yang takut mengatakan Tuhan itu tiga. Mereka akan terbawa oleh dogma Muhammad yang memaksakan ide bahwa Tuhan itu harus tunggal (bukan SATU). Sehingga dalam setiap perdebatan persoalan Trinitas, selalu mentok, dan orang Kristen menjadi bulan-bulanan Muslim. Mohammad Ali Makrus sendiri tidak berani mengungkap ini, sehingga dia memberi saran pada kita: Allah Trinitas ya Allah Trinitas, tidak bisa dijelaskan atau digambarkan dengan apa pun.
Tetapi di sini, saya akan ungkap bahwa kata ESA yg dimaksud dalam kitab-kitab Yahudi dan Kristen berbeda dengan kata ESA menurut Muhammad. Ini akan saya jelaskan.
Ketiga, apa perbedaan kata ESA menurut kitab Yahudi dan Nasrani?
Kata Esa kita temukan di beberapa tempat dalam kitab Perjanjian Lama, di antaranya:
Ulangan 6:4 Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!
Maleakhi 2:15 Bukankah Allah yang Esa menjadikan mereka daging dan roh? Dan apakah yang dikehendaki kesatuan itu? Keturunan ilahi! Jadi jagalah dirimu! Dan janganlah orang tidak setia terhadap isteri dari masa mudanya.
Kata esa dalam ayat itu berasal dari kata bahasa Ibrani: ‘echad (axd), yang artinya SATU.
SATU tidak sama dengan tunggal. SATU di sini maksudnya bukan satu dalam entitas, melainkan SATU dalam sifat, SATU dalam pikiran, SATU dalam kehendak, SATU dalam jiwa, pokoknya SATU yang lebih dalam lagi maknanya bukan sekedar satu secara kuantitas.
Satu contoh, kata 'echad tersebut dipakai untuk menyatakan bersatunya laki-laki dan perempuan menjadi suami-istri dalam sebuah keluarga.
Kejadian 2:24 Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.
Kata satu dalam ayat di atas juga berasal dari kata yang sama, yaitu 'echad. Padahal kita tahu, yang dikatakan satu di situ bukan satu dalam entitas (karena ada 2 entitas, yaitu laki-laki & perempuan) melainkan satu secara esensi yg lebih luas dan lebih dalam lagi maknanya. Dua entitas laki-laki dan perempuan, bergabung menjalin sebuah keluarga, disebut ESA.
Nah, samakah kata ESA di sini dengan tunggal?
Tunggal itu ibaratnya sebatang lidi, sementara ESA itu ibaratnya beberapa batang lidi yang diikat menjadi SATU. Jadi, ESA itu lebih condong pada KESATUAN, berbeda artinya dengan tunggal.
Kita temukan penggunaan kata "tunggal" dalam ayat-ayat kitab Perjanjian Lama:
Kejadian 22:2 Firman-Nya: "Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu."
Hakim-hakim 11:34 Ketika Yefta pulang ke Mizpa ke rumahnya, tampaklah anaknya perempuan keluar menyongsong dia dengan memukul rebana serta menari-nari. Dialah anaknya yang tunggal; selain dari dia tidak ada anaknya laki-laki atau perempuan.
Amos 8:10 Aku akan mengubah perayaan-perayaanmu menjadi perkabungan, dan segala nyanyianmu menjadi ratapan. Aku akan mengenakan kain kabung pada setiap pinggang dan menjadikan gundul setiap kepala. Aku akan membuatnya sebagai perkabungan karena kematian anak tunggal, sehingga akhirnya menjadi seperti hari yang pahit pedih."
Kata tunggal di ayat-ayat itu diterjemahkan dari kata bahasa Ibrani: yachiyd (yxyd), yang artinya satu-satunya, sebiji, satu secara entitas.
Nah, jelas sekali perbedaannya, bukan? Kata ESA artinya SATU secara maknawi (esensial), dan bukan satu secara entitas. Berbeda dengan kata tunggal, yang bermakna satu secara entitas. Tunggal, ibaratnya sebatang lidi atau sebuah batu. Sedangkan ESA, ibarat sebuah rumah tangga yang di dalamnya terdiri atas ayah, ibu dan anak-anak. Sebuah rumah tangga tidak dapat dikatakan esa lagi, bila di dalamnya terdapat keretakan, misalnya terjadi perselisihan antara ayah dengan ibu, atau ibu dengan anaknya. Rumah tangga yg demikian tidak dapat lagi disebut ESA. Nah, dalam konteks Ketuhanan, kerap Tuhan dipuji sebagai MAHA ESA. Hal ini dikarenakan Tuhan itu BENAR-BENAR SOLID, tidak bisa dipecah-pecah atau dicerai-beraikan, ibarat sebuah rumah tangga manusia yang bisa dicerai-beraikan. Karena sifat keesaan Tuhan yang demikianlah sehingga Tuhan dipuji sebagai Maha Esa. Sementara keluarga yang harmonis dan seia-sekata cukup dikatakan ESA saja, tanpa kata Maha.
Setelah kita memahami kata ESA dalam buku umat Yahudi dan Nasrani di atas, apakah itu berarti Tuhan itu Jamak? TEPAT SEKALI.
Sudah saatnya kita berseru-seru ke telinga para Muslim bahwa Tuhan itu jamak. Tuhan itu jamak! . . . Baca Selengkapnya di web ini